
Table of Contents
- 1 Perjalanan ke Batang Toru: Bukan Cuma Capek, Tapi Bikin Melek
- 2 Ketemu Langsung Orangutan Tapanuli: Antara Takjub dan Terharu
- 3 Apa yang Bikin Orangutan Tapanuli Unik?
- 4 Pelajaran Besar dari Hutan: Kenapa Konservasi Itu Urgent
- 5 Apa yang Bisa Kita Lakuin dari Rumah?
- 6 Frustasi dan Harapan
- 7 Bonus: Tips Kalau Kamu Mau ke Batang Toru
- 8 Akhir Kata: Kalau Bukan Kita, Siapa Lagi?
- 9 About The Author
Orangutan Tapanuli Aku mau jujur dulu di awal: pertama kali dengar istilah Orangutan Tapanuli, aku kira itu cuma salah ketik dari Orangutan Sumatera. Ternyata… aku yang salah besar. Dan itu baru aku sadari waktu diajak temanku, si Rangga, ke Tapanuli Selatan, katanya animal buat “lihat primata paling langka di dunia.” Aku mikir, yah, wikipedia paling-paling si orangutan biasa.
Tapi enggak, ternyata ini beneran spesies berbeda.
Satu dari tiga jenis orangutan di dunia (selain Kalimantan dan Sumatera), dan yang ini paling sedikit PROTOGEL jumlahnya: kurang dari 800 ekor! Gila kan?
Dan semuanya cuma ada di satu tempat di dunia: hutan Batang Toru, Sumatera Utara.
Perjalanan ke Batang Toru: Bukan Cuma Capek, Tapi Bikin Melek
Waktu itu kami naik mobil dari Medan ke Sibolga, sekitar 10 jam. Jalannya? Yah, jangan harap mulus kayak tol. Tapi pemandangannya… priceless. Bukit hijau, kabut tipis di kejauhan, dan suara burung sepanjang jalan.
Pas nyampe ke Batang Toru, barulah kerasa banget atmosfernya beda. Hening, lembap, dan udara segar yang udah jarang aku rasain. Tapi juga… ada perasaan was-was. Gimana enggak? Di sini, katanya, tinggal spesies yang belum banyak orang Indonesia tahu, padahal dunia luar udah heboh sejak 2017 waktu mereka “ditemukan ulang.”
Ketemu Langsung Orangutan Tapanuli: Antara Takjub dan Terharu
Hari ketiga, akhirnya kami masuk ke area konservasi yang diawasi ketat. Guide kami, Bang Surya, orang lokal yang udah 10 tahun kerja bareng tim peneliti. Dia yang bilang:
“Kalau beruntung, kita bisa lihat dari kejauhan. Tapi kalau enggak… ya cukup puas lihat jejaknya.”
Dan benar aja. Pas jalan hampir 2 jam di medan yang licin dan curam, tiba-tiba Bang Surya melambat. Dia tunjuk ke arah pohon tinggi.
Di sana, duduk santai, makhluk berambut coklat kemerahan, dengan wajah bulat dan mata tajam. Bukan orangutan Kalimantan yang wajahnya lebar dan bulat. Ini… beda.
Tubuhnya lebih ramping, rambutnya keriting halus. Dan tatapan matanya itu… kayak ngerti kita lagi ngamatin dia.
Gue diem, merinding. Ini bukan cuma lihat hewan langka. Ini kayak… ketemu cermin dari masa lalu.
Apa yang Bikin Orangutan Tapanuli Unik?
Setelah lihat langsung, aku jadi lebih kepo dan ngobrol panjang lebar sama tim peneliti. Ini beberapa hal yang bikin Orangutan Tapanuli beda banget dari saudaranya:
Secara genetik, mereka udah terpisah dari orangutan Sumatera dan Kalimantan selama lebih dari 3 juta tahun.
Makanan favoritnya unik. Mereka makan lebih banyak lumut dan jenis-jenis buah lokal yang jarang ditemukan di luar Batang Toru.
Suara panggilannya beda. Orangutan jantan dewasa punya semacam “long call” – teriakan panjang buat menarik betina – dan suaranya itu khas banget.
Mereka lebih jarang terlihat, karena mereka cenderung lebih pemalu dan tinggal di area yang lebih tinggi.
Pelajaran Besar dari Hutan: Kenapa Konservasi Itu Urgent
Yang bikin aku sedih, saat kami turun ke kamp, Bang Surya kasih lihat peta konsesi tambang dan jalan proyek PLTA. Dan, yah… itu ngebelah habitat utama Orangutan Tapanuli.
Kalau pembangunan terus digeber tanpa pertimbangan, orangutan ini bisa punah dalam waktu kurang dari 50 tahun. Dan kita nggak bakal bisa ngulangin waktu.
Aku sempat nanya, “Bang, masih bisa diselamatkan?”
Dia jawab:
“Kalau kita semua peduli dan suara kita cukup keras, masih bisa.”
Apa yang Bisa Kita Lakuin dari Rumah?
Kamu mungkin mikir, “Gue kan nggak tinggal di Sumatera, terus bisa apa?”
Tenang. Gue juga bukan aktivis garis depan. Tapi setelah pengalaman itu, gue sadar, hal kecil pun bisa jadi dampak besar kalau dilakukan bareng-bareng.
Beberapa hal simpel yang bisa kamu lakuin:
Jangan beli produk sawit dari perusahaan yang merusak habitat (cek label dan dukung brand yang punya sertifikat RSPO).
Dukung petisi dan suara-suara masyarakat lokal yang menolak proyek merusak lingkungan di Batang Toru.
Follow dan share info dari NGO seperti Walhi, Orangutan Information Centre (OIC), atau PanEco.
Ngobrolin topik ini di sosmed. Edukasi orang-orang sekitar soal keberadaan dan kondisi Orangutan Tapanuli.
Kalau bisa, kunjungi langsung dan bantu ekonomi masyarakat lokal lewat ekowisata.
Frustasi dan Harapan
Gue sempat ngerasa down setelah tahu data-data konservasi:
Habitat mereka makin kecil tiap tahun.
Populasi enggak bisa berkembang cepat, karena mereka cuma melahirkan setiap 7–9 tahun sekali.
Banyak yang bahkan belum tahu kalau spesies ini ada.
Tapi pas inget tatapan si orangutan di atas pohon waktu itu, gue jadi semangat lagi. Dia enggak minta apa-apa. Cuma pengen hidup tenang di hutan yang udah jadi rumahnya selama jutaan tahun.
Dan tugas kita? Cuma satu: jangan ganggu.
Bonus: Tips Kalau Kamu Mau ke Batang Toru
Kalau kamu tertarik merasakan sendiri pengalaman kayak gue, nih beberapa tips dari gue buat persiapan:
Latihan fisik dulu. Medannya berat. Banyak tanjakan, lumpur, dan licin.
Bawa baju ganti dan jas hujan. Hujan bisa turun tiba-tiba.
Bawa kamera, tapi jangan pakai flash. Jaga etika saat foto satwa liar.
Sewa guide lokal yang paham wilayah. Jangan nekat masuk sendiri.
Hormati aturan konservasi. Jangan buang sampah sembarangan, jangan sentuh satwa, jangan ribut.
Akhir Kata: Kalau Bukan Kita, Siapa Lagi?
Kalau kamu baca sampai sini, berarti kamu udah selangkah lebih peduli daripada kebanyakan orang.
Orangutan Tapanuli bukan cuma satwa endemik langka. Dia adalah simbol bahwa Indonesia punya kekayaan yang dunia iri, tapi justru kita sendiri yang sering lupa atau sengaja menutup mata.
Gue enggak bilang semua orang harus turun ke hutan. Tapi setidaknya, kita bisa jaga suara dan kesadaran ini terus hidup. Karena sekali spesies ini punah, nggak bakal ada yang bisa gantiin.
Dan jujur, kalau suatu hari nanti anak cucu nanya, “Ayah, dulu kenapa Orangutan Tapanuli punah?”
Gue pengen jawab, “Karena waktu itu, ayah belum tahu. Tapi begitu tahu, ayah berusaha.”
Baca Juga Artikel Ini: Ikan Petarung Siam: Kenapa Sangat Populer? Ini Fakta dan Cara Merawatnya