
Table of Contents [hide]
- 1 Awalnya Gue Skeptis: “Emang Bisa Seni Itu Dibuat Mesin?”
- 2 Belajar Bikin Prompt: Ternyata Ini Seni Sendiri
- 3 Momen Emosional: Ketika AI Menggambar Mimpi Gue
- 4 Tantangan Etika: “Kalau Gambar dari AI, Masih Bisa Dibilang Karya Gue?”
- 5 Transformasi Gue Setelah Workshop AI Art
- 6 Tips Buat Lo yang Mau Ikutan Workshop AI Art
- 7 Workshop AI Art Gak Bikin Seni Mati, Tapi Bikin Seni Berevolusi
Workshop AI Art, waktu pertama kali diajak ikut workshop AI art, reaksi gue cuma satu: “Hah? Gambar pakai mesin? Terus seninya di mana?”
Gue tumbuh di lingkungan seni manual. Gue pernah ikut kelas sketsa, belajar cat air, bahkan pernah ikut lomba komik strip. Jadi ketika dengar soal AI bikin lukisan sendiri, gue mikir itu kayak nyontek—cuma versi digital dan canggih.
Tapi gue ikut juga, karena penasaran. Dan dari sinilah semuanya berubah.
Awalnya Gue Skeptis: “Emang Bisa Seni Itu Dibuat Mesin?”
Workshop AI Art Hari Pertama: “Masukin Kata, Keluar Gambar”
Workshop AI Art -nya digelar offline di co-working space Jakarta Selatan. Ada sekitar 20 peserta dari berbagai latar belakang: ada desainer, fotografer, developer, bahkan ibu-ibu yang baru pensiun.
Fasilitatornya langsung nunjukin proses: buka laptop, ketik prompt (instruksi), klik tombol Generate… dan BOOM—dalam 10 detik keluar gambar yang kayak dilukis pelukis surealis profesional.
Gue bengong.
Beneran, itu gambar keren banget. Padahal cuma dari teks: “seorang anak kecil berdiri di bawah hujan neon dalam gaya cyberpunk”.
Ini gila. Dan keren. Dan bikin gue mikir keras.
Belajar Bikin Prompt: Ternyata Ini Seni Sendiri
Di hari kedua, kita diajarin cara bikin prompt yang “berjiwa”. Karena ternyata, AI itu bisa pinter… tapi juga bisa blo’on kalau lo kasih instruksi yang kabur.
Gue nyoba nulis:
“Gunung, kabut, pohon” — hasilnya biasa banget.
Lalu fasilitator bantu:
“A serene mountain landscape, shrouded in morning mist, in the style of traditional Japanese ink painting, high contrast, minimalist.”
Dan hasilnya… jauh lebih estetik. Gue langsung sadar:
menyusun prompt itu kayak menyusun puisi. Lo gak bisa asal ngetik. Lo harus tahu rasa dan arah.
Momen Emosional: Ketika AI Menggambar Mimpi Gue
Di hari ketiga, peserta diminta nulis prompt berdasarkan impian pribadi. Gue nulis:
“Seorang anak laki-laki memeluk anjing kesayangannya di bawah langit malam, dikelilingi bintang-bintang berbentuk kenangan masa kecil.”
Waktu hasilnya muncul di layar, gue diam.
Itu… nyentuh banget. Bahkan tanpa goresan tangan, gambar itu bisa memukul rasa. Dan di situ gue nangkep:
AI gak punya emosi, tapi manusia yang mengarahkannya bisa menanamkan emosi ke dalam hasil akhir Mit Edu.
Tantangan Etika: “Kalau Gambar dari AI, Masih Bisa Dibilang Karya Gue?”
Di sesi diskusi, pertanyaan ini muncul dan langsung bikin ruangan sunyi:
“Kalau kita cuma ngetik kata, lalu AI yang gambar… masih bisa dibilang itu karya kita?”
Fasilitator jawab dengan bijak:
“Yang penting bukan siapa yang megang kuas, tapi siapa yang nentuin arah lukisannya. Prompt itu bukan tombol. Itu naskah. Dan kalian adalah sutradaranya.”
Gue setuju… setengah. Karena ada juga kekhawatiran:
Apakah ini akan mematikan seniman tradisional?
Apakah seni jadi terlalu cepat dan dangkal?
Apakah orang akan berhenti belajar teknik manual?
Tapi jawaban satu peserta bikin gue mikir:
“AI bukan pengganti. Dia partner. Lo bisa kerja bareng dia, bukan dilawan.”
Transformasi Gue Setelah Workshop AI Art
Setelah 5 hari ikutan Workshop AI Art, ada banyak hal yang berubah dari cara gue lihat seni:
✅ 1. Gue Jadi Lebih Apresiatif Terhadap Proses
Sekarang gue tahu, bikin prompt yang bagus itu butuh latihan, referensi visual, dan rasa.
✅ 2. Gue Jadi Terbuka Sama Kolaborasi Teknologi
Dulu gue anti filter, anti digital art. Sekarang gue tahu semua media itu valid, selama lo jujur dalam proses kreatif lo.
✅ 3. Gue Jadi Punya “Studio Pribadi di Saku”
Dengan tools kayak Midjourney, DALL·E, atau Stable Diffusion, gue bisa explore ide visual dengan cepat dan efisien.
Tips Buat Lo yang Mau Ikutan Workshop AI Art
Workshop AI Art
Kalau lo tertarik nyemplung ke dunia AI art, ini beberapa tips dari pengalaman pribadi gue:
1. Jangan Takut Gak Bisa Gambar
Lo gak perlu jago gambar. Yang penting adalah imajinasi dan kemampuan mendeskripsikan dengan jelas.
2. Kumpulkan Referensi Visual
Semakin lo ngerti gaya visual (baroque, pop art, cyberpunk, ink wash), semakin powerful prompt lo.
3. Belajar Dari Komunitas
Ada banyak grup online yang sharing prompt, teknik, dan diskusi etika. Gabung dan belajar bareng.
4. Coba Campur Teknik Manual + AI
Lo bisa generate gambar dasar pakai AI, lalu edit atau lukis ulang secara manual. Hasilnya bisa sangat unik dan personal.
Workshop AI Art Gak Bikin Seni Mati, Tapi Bikin Seni Berevolusi
Setelah ikut Workshop AI Art ini, gue gak takut lagi sama AI dalam seni.
Gue lihat AI bukan sebagai lawan, tapi alat. Sama seperti kamera DSLR gak membunuh pelukis potret. Sama seperti Procreate gak menghapus pensil. AI cuma membuka jalur baru buat orang kayak gue—yang punya ide visual, tapi belum bisa menggambar dengan tangan.
Dan yang paling penting:
Seni itu tentang menyampaikan rasa. Bukan tentang siapa yang melukisnya, tapi apa yang ingin disampaikan.
Baca Juga Artikel dari: Kenaikan Nilai Dolar dan Dompet yang Makin Tipis: Cerita dari Sudut Warung Kopi
Baca Juga Konten dengan Artikel: Creative